BKKBN Turunkan Angka Kematian Ibu dengan Ber-KB

’’Angka kematian ibu di Indonesia harus diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015. Kita harus menurunkan separuhnya lagi dalam kurun waktu lima tahun mendatang,’’ ujar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DR Dr Sugiri Syarief MPA saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kemitraan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di kantor BKKBN kemarin.
Sugiri menjelaskan, hasil sensus 2010 menunjukkan laju pertambahan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun. Kondisi ini mempersulit upaya menekan AKI di Tanah Air. ’’Perlu ada upaya besar menekan laju pertambahan penduduk agar target MDGs untuk menurunkan AKI pada tahun 2015 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dapat tercapai,’’ tegas dia.
Sugiri menjelaskan, penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih menunjukkan hasil kurang menggembirakan. Kematian ibu di Indonesia disebabkan usia terlalu muda, usia terlalu tua saat melahirkan, terlalu sering melahirkan, dan terlalu banyak anak yang dilahirkan atau sering disebut dengan istilah empat terlalu. Selain itu, terlambat mengambil keputusan, terlambat membawa ke tempat pelayanan kesehatan serta terlambat memberikan pertolongan di tempat pelayanan (3 terlambat) juga menjadi penyebab kematian ibu.
Lingkungan tidak sehat, kurangnya asupan Gizi bagi ibu hamil, mahalnya biaya melahirkan di rumah sakit bersalin, kurang tersedianya rumah sakit bersalin atau puskesmas yang memadai di daerah-daerah juga berkontribusi terjadinya kematian ibu. ’’Perlu ada perencanaan kehamilan untuk dapat menghindari tiga terlambat dan empat terlalu,’’ ujar penerima penghargaan White Ribbon Alliance (WRA) karena perhatiannya dalam menekan angka kematian ibu dan anak di Indonesia. Fakta menunjukkan peran bidan sangat besar dalam pelayanan KB, terbukti dengan peningkatan pencapaian peserta KB.
Pada 2011 capaian peserta KB baru mencapai 118%. Namun, mayoritas masih didominasi dengan metode jangka pendek yaitu suntik dan pil. ’’Namun disayangkan tingkat ketidakberlangsungan pemakaian kontrasepsi tersebut juga tinggi. Maka diharapkan ke depan lebih diarahkan kepada kontrasepsi jangka panjang,’’ harap Sugiri. Sementara itu, Ketua I Bidang Organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Dr Emi Nurjasmani MKes mengatakan, tugas pokok bidan adalah menurunkan AKI dan AKA di Indonesia.
’’Karena itu, kami akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan memberikan informasi sejelas-jelasnya tentang kesehatan dan KB, khususnya kontrasepsi,’’ kata dia. Saat ini, jumlah bidan lebih dari 200.000 orang. Terdiri atas 150.000 bidan yang praktik di rumah sakit, puskesmas, PUSTU, PUSDU, dan mandiri. Sisanya, 50.000, adalah bidan desa. ’’Bidan desa merupakan ujung tombak dan diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada masyakat,’’ jelas Emi. (art)
Sumber : www.indopos.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar