Minggu, 01 Januari 2012

Rasa Kebangsaan Indonesia Saat Ini: Haruskah Kita Pesimis?

Pada penyelenggaraan Piala Asia tahun 2007 yang lalu di Jakarta, kita tentu masih ingat, bagaimana kita, seluruh bangsa Indonesia mendukung kesebelasan kebanggaan, tim nasional sepakbola Indonesia. Tua-muda, laki-perempuan, semuanya berbondong-bondong ke Stadion Gelora Bung Karno untuk menyaksikan dan mendukung tim kesayangan kita. Juga pemirsa di manapun di seluruh Indonesia, dengan antusias menyaksikan pertandingan yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional.
Demam tim sepakbola nasional Indonesia merambah hingga ke pelosok Indonesia. Di kafe-kafe, rumah makan, bahkan di lapangan di perumahan penduduk diselenggarakan acara nonton bareng. Para penontonnya pun terhitung cukup banyak, lengkap dengan atribut kebanggaan nasional, bendera merah-putih, baik yang dikibarkan maupun dalam bentuk ikat kepala, bandana dan lain-lain, juga suara riuh rendah yel-yel penyemangat, tidak ada bedanya dengan penonton yang datang langsung ke Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Kita juga tentu masih ingat, bagaimana dukungan masyarakat untuk tim nasional bulutangkis Indonesia pada penyelenggaraan turnamen Piala Thomas dan Piala Uber tahun lalu. Meskipun akhirnya tim nasional Indonesia gagal juara atau gagal lolos ke babak selanjutnya, kedua momen ini sangat penting bagi bangsa Indonesia. Sungguh, situasi yang membuat bulu kuduk merinding. Ternyata, di tengah wacana anggapan bahwa rasa kebangsaan Indonesia telah menurun, momen olahraga berhasil kembali mempersatukan bangsa Indonesia. Namun, apakah cukup sampai di situ?
Rasa Kebangsaan Indonesia
Konsep rasa kebangsaan Indonesia tumbuh dari sejarah panjang bangsa. Berawal dari hasrat ingin bersatu penduduk yang mempunyai latar belakang yang sangat majemuk, kemudian berkembang menjadi keyakinan untuk menjadi satu bangsa yang akhirnya dideklarasikan oleh sejumlah pemuda pada saat Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Sejalan perkembangan perjuangan kebangsaan, keyakinan terikat sebagai satu bangsa tersebut kemudian berkembang menjadi paham nasionalisme. Kemudian berangkat dari latar belakang sejarah tersebut didefinisikanlah rasa kebangsaan, yaitu kesadaran berbangsa, merupakan rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme. (Nation and Character Building-Melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan-, dari hasil diskusi reguler Direktorat Politik, Komunikasi dan Informasi Bappenas, Otho H. Hadi, MA, Staf Direktorat Politik, Komunikasi dan Informasi Bappenas).
Selama ini, rasa kebangsaan Indonesia dianggap sudah mulai luntur, hal ini dikaitkan dengan kenyataan derasnya arus globalisasi dan westernisasi yaitu semakin lunturnya budaya ketimuran Indonesia. Semakin sulit kita temukan pada anak muda jaman sekarang sopan santun khas budaya Timur yang dulu dipraktekkan orang-orang tua kita pada jamannya. Semakin sulit pula kita menemukan generasi muda sekarang yang hafal butir-butir dari sila Pancasila. Meskipun penguasaan materi butir-butir Pancasila tidak dapat dijadikan indikator pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari, paling tidak hal tersebut menunjukkan adanya penurunan upaya pemantapan pemahaman kewarganegaraan pada generasi muda. Saya tidak yakin (bukan berarti pesimis) jika kita ambil sampel di tempat-tempat umum (misalnya mall-mall) apakah pemuda-pemudi kita hafal 100% Lagu Indonesia Raya? Tanyakan pula, siapa pencipta lagu Bagimu Negeri? Tapi coba tanyakan, siapa yang menyanyikan lagu “PUSPA”? Dengan cepat pasti segera dijawab. Sekali lagi, meskipun kadar kebangsaan seseorang tidak semata-mata diukur dengan bisa tidaknya menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengetahui lagu-lagu wajib perjuangan, paling tidak hal ini menjadi suatu peringatan bagi kita pencinta bangsa dan negara ini.
Bangkitkan Kembali !
Berangkat dari uraian di atas, memang kita menyadari terjadinya penurunan pemahaman dan aplikasi terhadap rasa kebangsaan Indonesia. Namun kita tidak perlu berkecil hati, dengan berbagai upaya, kita dapat mempertahankan rasa kecintaan terhadap bangsa ini, dengan memanfaatkan dan menggali potensi yang ada. Berbagai peristiwa dan momen dalam kehidupan Bangsa Indonesia telah menunjukkan, bahwa bangsa kita masih punya rasa cinta tanah air dan bangsa, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, harga diri di antara bangsa-bangsa di dunia, rasa bersatu, dan rasa senasib sepenanggungan. Di antara momen tersebut adalah momen yang diuraikan pada awal tulisan ini. Momen lain yang bisa kita manfaatkan sebagai momen pemersatu bangsa namun diarahkan pada hal-hal yang positif antara lain:
1. Ketika terjadi konflik perbatasan dengan negara tetangga (Malaysia), sebagian masyarakat Indonesia berbondong-bondong menyatakan kesediaan dirinya untuk menjadi sukarelawan ikut berperang melawan Malaysia bahkan sebagian sudah melaksanakan latihan kemiliteran secara mandiri.
2. Ketika budaya bangsa (lagu daerah, kesenian daerah, dsb) diklaim oleh bangsa lain (Malaysia) sebagai budaya mereka, masyarakat Indonesia melakukan protes keras terhadap tindakan negara tersebut.
3. Ketika warga negara Indonesia yang berada di negara asing (TKI, duta olah raga, dsb) mendapat perlakuan buruk/tidak sebagaimana mestinya, masyarakat Indonesia melakukan protes keras dan menuntut keadilan terhadap perlakuan tersebut.
4. Pada acara puncak perayaan Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2008 di Stadion Gelora Bung Karno, masyarakat sangat antusias berpartisipasi, baik sebagai pengisi acara maupun sebagai penonton, termasuk pemirsa televisi di seluruh Indonesia, karena seluruh stasiun televisi nasional menyiarkan secara langsung acara tersebut.
Momen-momen dan peristiwa tersebut sangat penting bagi bangsa Indonesia, dan merupakan suatu potensi yang dapat kita kembangkan dalam upaya pemantapan rasa kebangsaan Indonesia. Upaya-upaya tersebut dapat kita lakukan (pemerintah dan segenap bangsa Indonesia) dengan:
1. Menggalakkan kembali materi pelajaran wawasan kebangsaan dan kewarganegaraan di dalam sistem pendidikan di Indonesia, terutama mulai tingkat dasar, sehingga sejak kecil anak-anak telah ditanamkan rasa kebangsaan yang dalam dan cinta tanah air dan bangsa. (Perlu perhatian yang serius karena kita dihadapkan pada tumbuh dan berkembangnya sekolah-sekolah yang “global-oriented”, yang sangat fokus pada sains, teknologi dan masa depan pribadi (profesi) tetapi kurang perhatian terhadap kesadaran berbangsa dan bertanah air).
2. Memanfaatkan momen-momen kompetisi antar bangsa, termasuk bidang olahraga dan pendidikan (kompetisi sains dan teknologi) yaitu dengan terus mendukung prestasi bangsa Indonesia di dunia Internasional, sehingga semakin banyak hal yang dapat dijadikan kebanggaan nasional. (Sayangnya, pelajar juara-juara kompetisi sains dan teknologi terkadang tidak mendapat perhatian khusus dari kita, khususnya pemerintah, sehingga potensinya sering dimanfaatkan oleh institusi di luar Indonesia)
3. Menggalakkan kembali slogan cinta produksi Indonesia. Namun diharapkan tidak hanya sebagai slogan belaka, tetapi dibarengi usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung pada negara lain.
4. Mendukung pemasyarakatan budaya Indonesia untuk membendung masuknya budaya asing. Misalnya: para pejabat kita agar lebih mendahulukan musik dan lagu-lagu Indonesia seperti lagu-lagu dangdut dalam kegiatan dengan masyarakat, jangan malah lebih memilih lagu-lagu barat atau budaya asing lainnya.
5. Kita semua harus punya kesadaran untuk memproteksi (bukan berarti menutup pintu) arus globalisasi informasi dan teknologi, misalnya dengan membatasi akses internet yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia seperti yang telah dilakukan pemerintah dengan aturan pelarangan akses situs porno di seluruh Indonesia.
Kesimpulan
Rasa kebangsaan Indonesia lahir dari suatu sejarah yang panjang. Kita sebagai generasi penerus mempunyai kewajiban untuk melestarikannya. Pelestarian rasa kebangsaan Indonesia merupakan salah satu usaha untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun wacana yang ada menyatakan bahwa telah terjadi penurunan rasa kebangsaan Indonesia, kita tetap harus optimis, karena terbukti masih banyak potensi bangsa ini yang dapat dikembangkan demi tetap terpeliharanya rasa kebangsaan dan dapat dijadikan pijakan untuk usaha-usaha memelihara dan meningkatkan rasa kebangsaan Indonesia itu sendiri.

Sumber : http://www.tandef.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar